Jumat, 15 Desember 2017

Percakapan tentang Spesialisasi (Teknologi Pendidikan)

Gw udah terlalu tua untuk jadi Laison Officer, tapi berhubung Daniel yang minta gw dan kebaikan gw :p, akhirnya gw memutuskan untuk nerima tawaran ini. Tapi gw percaya kok niatan yang baik itu akan mendapat ridha Allah.

Seperti biasa gw kumpul di perpus sama LO yang lain, dan melakukan step-step yang biasa gw lakukan waktu jadi LO. Akhirnya sampe lah ditahap acara inti, dimana gw bisa ngobrol santai di luar ruangan. Gw diajak ngobrol sama salah satu wali murid, berasa gw wali kelas. Setelah gw tau dia ayah dari kaka tingkat gw, bapak ini cerita gimana proses anaknya bisa sampe jadi sarjana, disamping itu karena gw kepo, gw tanya tentang latar belakang bapake.

Sampailah pada suatu percakapan tentang profesionalisme dan Teknologi Pendidikan. Usut punya usut beliau lulusan prodi Perpustakaan which is masih satu ranah sama Teknologi Pendidikan. Dan katanya Teknologi Pendidikan itu asalnya dari Perpustakaan, dimana dulu satu-satunya sumber informasi atau sumber belajar adalah buku dan tempat menemukan informasi itu, ya di perpustakaan. Sampai akhirnya bermunculan berbagai macam teknologi, sehingga dibutuhkan suatu bidang yang dapat menggarap teknologi tsb. guna memfasilitasi pebelajar untuk belajar dengan menggunakan berbagai metode dan alat. Bukan hanya melalui buku saja, tetapi melalui media seperti radio dan televisi, dan munculah Teknologi Pendidikan sebagai harapan agar pembelajaran dapat lebih mudah dan lebih konkret atau orang tekpend biasa menyebut ahli bidang ini sebagai perekayasa pembelajaran.

Gw pun ga kuat untuk ga bilang hal ini dengan orang yang ngerti tentang Teknologi Pendidikan. Teknologi Pendidikan itu luas banget, iya apapun kita pelajari mulai dari psikologi, media, teknologi komputer, ilmu komunikasi, bahkan manajemen. Jadi sebenernya harus kemanakah kita? Dan jawaban beliau klasik tapi emang bener, kuncinya satu. Kita harus memahami betul satu bidang yang dipelajari di Teknologi Pendidikan, kalo boleh dikatakan ahli dibidang tersebut.

Beliau juga cerita kalo harus keluar negeri demi bisa jadi ‘spesialis’ (gw lupa nama ilmunya). Analoginya, dokter itu banyak, tapi penyakit itu lebih banyak. Kalo dokter umum bisa mendiagnosis gejala general saja, tapi ketika jadi spesialis, orang-orang yang punya penyakit khusus harus mencari dokter spesialis untuk tahu diagnosis yang lebih tepat. Ini agak seperti branding yourself gitu lho.

Ga hanya kali itu aja gw denger tentang spesialis, dulu dosen mata kuliah Model-model Pembelajaran gw yang kemudian lebih memilih untuk pindah ke tempat lain, pernah cerita bahwa beliau juga sempat bimbang dengan studinya di Teknologi Pendidikan. Sampai akhirnya kegalauan itu berujung pada tekadnya untuk benar-benar memperdalam ilmu Teknologi Pendidikan, yang kemudian membawa dirinya menjadi ‘spesialis’ di salah satu bidang yang dipelajari di Teknologi Pendidikan, sehingga dia bisa jadi dosen seperti sekarang.

Jadi guys, sebenernya pola pikir Teknologi Pendidikan itu luas banget hanya bikin kamu jadi bimbang. Daripada bimbang lebiih baik kamu pelajari lebih dalam tentang spesialisasi Teknologi Pendidikan yang kamu minati dan punya basic skill-nya paling engga. Terus kalau kamu punya uang, sekolah deh S2 atau S3 sampai kamu jadi ahli atau spesialis, dan jangan lupa perluas jaringan karena kalo gaada jaringan kita ga bisa akses kesana. Hihihi.

Ah iya don’t forget to iqro, iqro, iqro. Meskipun teknologi semakin canggih, akan terasa berbeda belajar dengan membaca buku dibandingkan membaca PPT. 

0 komentar:

Posting Komentar